Tuesday 14 October 2014

Angkatan Balai Pustaka



        Angkatan Balai Pustaka merupkan salah satu angkatan dalam periodesasi sastra yang ada di Indonesia. Angkatan ini berkisar pada tahun 1920 dimana nama angkatan ini yang tak lepas dari riwayat pendirian Balai Pustaka. Dan pendirian balai pustaka teersebut tak lepas dari adanya pembangunan sekolah sekolah bumi putera.
Belanda pada dasarnya merupakan Negara yang melaksanakan politik Cultuurstelsel. Akan tetapi, system tersebut tidak berjalan di Indonesia. Maka sebagai gantinya Belanda menerapkan politik etis / balai jasa. Slogan politik etis itu yakni, Pendidikan, Irigasi, dan Emigrasi. Oleh karena itu, mulai pada tahun 1900 pemerintah Belanda banyak mendirikan Sekolah berorientasi Barat.
Ada empat prinsip pendidikan yang dilaksanakan pemerintahan Kolonial. Satu, pemerintah tidak memihak salah satu agama tertentu. Dua, upaya anak didik agar dapat mencari penghidupan atau pekerjaan demi kepentingan kolonial. Tiga, system disusun sesuai dengan adanya perbedaan lapisan sosial yang terdapat dalam masyarakat Hindia, khususnya yang ada di pulau Jawa. Empat, pendidikan diukur dan diarahkan guna membentuk golongan elit sosial yang dapat dipakai sebagai alat kepentingan politik dan ekonomi Belanda.
Pada masa itu (abad 19) pemerintah Belanda banyak membangun sekolah Bumi Putera. Dengan tujuan untuk mendidik pegawai rendahan yang dibutuhkan oleh pemerintah Belanda. Akan tetapi harapan pemerintahan kolonial tak sejalan dengan yang diharapkan. Semakin banyaknya masyarakat yang mampu membaca dan menulis, pemerintah Belanda merasa khawatir akan terjadinya perlawanan dari Pribumi. Maka pada tahun 1908, pemerintah kolonial mendirikan Comissie voor de Inlandsche School en Volkslectuur (Komisi untuk Sekolah-Sekolah Bumi putera dan Bacaan Rakyat). Komisi ini diketuai oleh Dr. G.A.J. Hazeu dan sejak1917 berubah menjadi Bacaan Rakyat (Kantor voor de Volkslektuur) atau yang lebih dikenal dengan nama Balai Pustaka.
Menurut Situmorang dalam bukunya Sejarah Sastra Indonesia 1 (1980: 32) tugas Balai pustaka meliputi : mengumpulkan serta mencatat semua cerita rakyat / dongeng rakyat yang hidup di masyarakat; menerbitkan cerita yang telah dikumpulkan; menerjemahkan cerita yang berasal dari luar negeri yang tidak bertentangan dengan pemerintahan Hindia Belanda; menerbitkan majalah untuk bacaan masyarakat; menyelenggarakan perustakaan; menerbitkan karanagan asli orang Hindia; membimbing pengarang Hindia dalam pengertian memberi kesempatan untuk menulis dan dorongan demi kemajuan di bidang kesusastraan.
Menurut Pradopo (1995: 25-26) periode Balai Pustaka mempunyai cirri -  cirri : (1) Bersifat Didaktis, maksudnya pencitraanya ditujukan kepada pembaca untuk member nasihat. (2) Permasalahan Berupa Adat, terutama adat kawin paksa. (3) Adanya pertentangan antara kaum tua (pandangan adat lama) dengan kaum muda (paham modern). (4) Masalah Kedaerahan, belum bersifat kebangsaan, (5) Gaya Bahasa Klise, pepatah, atau peribahasa. (6) Banyak Digresi, yaitu sisipan peristiwa yang tidak langsung berhubungan dengan inti cerita, misalnya tentang adat, dongeng, syair, atau pantun nasihat. (7) Bercorak Romantis, maksudnya melarikan diri dari maalah kehidupan sehari-hari. 
Azab dan Sengsara (1919) karya Merari Siregar merupakan novel atau roman pertama Indonesia. Novel ini ditokohi oleh Mariamin, Aminudin, dan Kasibun. Gaya novel ini masih sama dengan hikayat lama, yaitu di setiap kesempatan para pelaku memberikan nasihat yang panjang lebar.
Medua Teruna karya M Kasim memiliki warna lain karena ada unsur humor. Novel ini di tokohi oleh Marah Kamil yang tergila-gila pada Ani. Gaya novel ini masih terpengaruh hikayat dimana sebelum tokoh berhasil menikahi gadis pujaannya, ia harus melewati berbagai macam halangan dan rintangan.
Hal serupa juga terjadi pada novel karya Marh Rusli yaitu Siti Nurbaya. Novel ini bercerita tentang kasih yang tak sampai dimana novel ini ditokohi oleh Siti Nurbaya, Samsul Bachri, dan Datuk Meringgih.
 Jika roman atau novel sebelumnya mengisahkan perkawinan sedaerah, maka dalam novel Salah Asuhan karya Abdul Muis bercerita tentang perkawinan antardaerah bahkan bisa disebut perkawinan antar bangsa. Tokoh dalam novel ini adalah Hanafi dan Corrie.
Pengarang Adinegoro dalam novelnya Darah Muda dan Asmara Jaya menceritakan tentang kaum muda dan kaum tua, di mana pengarang ini memenangkan kaum muda dalam permasalahan (ending). Nurdin, tokoh utama dalam Darah Muda tidak menikah dengan gadis pilihan orangtuanya, akan tetapi dia menikahi Rukmini, gadis idamannya.
Drama Bebasari karya Rustam Effendi dianggap penting karena merupakan drama (drama bersajak) berbahasa Indonesia pertama yang diterbitkan. Dalam “Bukan Beta Bijak Berperi”, Rustam Effendi mulai menampakkan ekspresi jiwa.
Pada sajak “Tanah Air” (dimuat dalam Jong Sumatra tahun 1920) yang dimaksud Moh. Yamin adalah Sumatra. Akan tetapi pada tahun 1928 dalam mumpulan sajaknya Indonesia, Tumpah Darahku , moh. Yamin tidak lagi hanya berbicara tentang Sumatra melainkan Indonesia.
Berikut ini dapat kita perhatikan pengarang angkatan balai pustaka dan karya-karyanya sebagaimana di bawah ini :
Karya – karya Merari Siregar antara lain : Cerita Si Jamin dan Si Johan (1918), Azab dan Sengsara (1920), Binasa Karena Gadis Priangan (1931), Cerita Tentng Busuk dan Wanginya Kota Betawi (1924), Cinta dan Hawa Nafsu.
Karya – karya Marah Rusli antara lain : Siti Nurbaya (1922, Novel), La Hami (1952, Novel), Anak dan Kemenakan (1956, Novel), Memang Jodoh (Otobiografi), Tesna Zahera (roman)
Karya – karya Abdul Muis antara lain : Don Kisot (1923, terjemahan), Tom Sawyer Anak Amerika (1928,terjemahan), Sebatang Kara (1922, terjemahan), Tanah Aairku (1950, terjemahan), Salah Asuhan (1928, Novel), Pertemuan Jodoh (1933, Novel), Surapati (1950, novel), Robert Anak Surapati (1953, Novel)
Karya – karya Nur Sutan Iskandar antara lain : Apa Dayaku Karan Aku Perempuan (1922, novel), Cinta yang Membaa Maut (1926, novel), Salajh Pilih (1928, novel), Karena Mertua (1932, novel), Tuba Dibalas Dengan Air susu (1933, novel), Hulubalang Raja (1934, novel), Katak Hendak Menjadi Lembu (1935, novel), Neraka Dunia (1937, novl)
Karya – karya Moh. Yamin antara lain : Tanah Air (1922, kumpulan puisi), Indonesia Tumpah Darah (1928, kumpulan puisi), Kalau Dewi Tara Sudah Berkata (1934, drama), Ken Arok dan Ken Dedes (1934, drama)
Karya – karya Rustam Effendi antara lain : Bebasari (1924, Drama), Percikan Permenungan (1926, kumpulan puisi).
Tulis Sutan Sati dengan karyanya Tak Disangka (1923), Sengsara Membawa Nikmat (1928), Syair Rosina (1933), Tjerita Si Umbut Muda (1935), Tidak Membalas Guna, Memutuskan Pertalian (1978), Sabai Nan Aluih (1954, cerita minangkabau lama)
Nah demikian kiranya beberapa sastrawan dan karyanya yang termasuk dalam angkatan Balai Pustaka. Mohon maaf jika ada kesalahan-kesalahan. Oleh Karena itu kritik dan saran yang membangun diharapkan dari para sobat blogger guna menambah dan memajukan sastra Indonesia. Semoga tulisan ini bermanfaat…
Salam Sastra

No comments:

Post a Comment